Insiden Sriwijaya Air momentum evaluasi pemenuhan standar penerbangan

Sriwijaya Air SJ-182 terjadi di perairan Kepulauan Seribu usai hilang kontak, Sabtu (9/1) siang.

Pesawat Sriwijaya Air. Wikipedia


Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR menilai, jatuhnya pesawat Boeing 737-500 Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ-182 menjadi momen evaluasi bagi seluruh maskapai untuk selalu memperhatikan kegiatan penerbangan segala aspek, baik cuaca maupun perawatan pesawat sesuai ketentuan berlaku. Tujuannya, armada dinyatakan aman dan laik terbang.

"FPKS berharap pemerintah mengawasi secara ketat dan bertindak tegas apabila terdapat maskapai penerbangan yang tidak beroperasi sesuai dengan ketentuan dan hal ini bisa dimulai dengan cara segera menyelesaikan masalah kompensasi terhadap ahli waris kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang masih belum selesai," kata Anggota Fraksi PKS, DPR, Suryadi Jaya Purnama, dalam keterangannya, Senin (11/1).

Menurut Anggota Komisi V DPR ini, regulasi penerbangan turut memiliki keterkaitan akibat insisden jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Itu diyakininya dengan menyoroti sejumlah norma yang ada di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang telah merenggangkan mekanisme pengawasan dunia penerbangan.

Suryadi berpendapat, regulasi sapu jagat (omnibus law) itu telah menghapus sejumlah pasal UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Salah satu contohnya, pengubahan Pasal 118 ayat (1) huruf f.

"Yang tadinya mewajibkan angkutan udara niaga untuk melaporkan kegiatan angkutan udara setiap bulan, sekarang tidak lagi disebutkan secara pasti jangka waktunya. Padahal untuk angkutan udara bukan niaga pada Pasal 118 ayat (3) huruf c jangka waktu pelaporan tidak diubah tetap setiap bulan," terangnya.