Jakarta 'terkepung' polusi udara sumbangan dari Sumsel hingga Jateng

Polusi udara luar daerah ke Jakarta akibat aktivitas PLTU batu bara dan industri.

Ilustrasi. Pixabay

Laporan terbaru Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) mengungkapkan, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara hingga pabrik menyumbang emisi yang cukup signifikan terhadap beban polusi udara di DKI Jakarta.

Pencemaran udara lintas batas administrasi menyebabkan Ibu Kota mendapat sumbangan dari Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi, Puncak, dan Cianjur hingga Sumatera Selatan (Sumsel), Lampung, dan Jawa Tengah (Jateng). Sehingga, memperburuk dan menghambat upaya perbaikan kualitas udara di kawasan tersebut.

Sepanjang 2018, berdasarkan temuan CREA, kualitas udara di Jakarta tidak sehat. Kian memburuk setahun kemudian, bahkan tidak membaik meski coronavirus baru (Covid-19) telah mengurangi aktivitas perkotaan secara besar-besaran.

Pengoperasian pembangkit listrik Suralaya, Banten, menghasilkan emisi seperti periode sebelumnya, meski terjadi pembatasan akibat Covid-19. Lalu, faktor meteorologi membawa pencemaran (NO, SO2, dan PM 2.5) dari pembangkit listrik Suralaya ke Jakarta.

"Pada bulan-bulan kering Mei hingga Oktober, ketika tingkat pencemaran keseluruhan di kota ini paling tinggi, sumber-sumber dari pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara dan pabrik industri di sebelah timur Jakarta (dari Bekasi hingga Bandung) akan memberikan dampak yang lebih besar pada kualitas udara," ujar analis CREA, Isabella Suarez, dalam keterangan tertulis, Rabu (12/8).