Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak dideklarasikan

"Komitmen seperti ini sangat dibutuhkan agar gerakan bersama dalam rangka upaya penghapusan segala bentuk tindak kekerasan seksual."

Sejumlah ponpes mendeklarasikan pembentukan Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak. Dokumentasi pribadi

Puluhan pondok pesantren (ponpes) di Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan Majalengka, Jawa Barat (Jabar), mendeklarasikan pendirian Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA) di Ponpes Ketitang, Cirebon, pada Jumat (23/6). Deklarasi ditandai dengan pembacaan komitmen Piagam Ketitang dan turut dihadiri sejumlah perwakilan ponpes di DKI Jakarta, Lampung, dan Jawa Timur (Jatim) secara virtual. 

Ketua Panitia Deklarasi JPPRA, Agung Firmansyah, mengatakan, pembacaan komitmen bersama tersebut muncul dari rasa keprihatinan kalangan ponpes atas maraknya kasus kekerasan, terutama kekerasan seksual yang menyasar anak-anak, di lingkungan pendidikan yang mengatasnamakan pesantren. 

"Kasus terbaru, misalnya, ada 41 santri yang menjadi korban kekerasan seksual di Nusa Tenggara Barat (NTB). Kabar ini tentu membuat kami semakin prihatin dan khawatir. Sehingga, diperlukan sebuah ruang agar para pengasuh maupun penggiat pesantren bisa saling berkomunikasi dan berkoordinasi untuk melakukan pencegahan kasus serupa secara lebih maksimal," katanya. 

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, mengapresiasi pendirian JPPRA. "Komitmen seperti ini sangat dibutuhkan agar gerakan bersama dalam rangka upaya penghapusan segala bentuk tindak kekerasan seksual di Indonesia."

Bintang Puspayoga, sapaannya, juga meminta kepada para pengasuh ponpes agar aktif dalam upaya-upaya perlindungan dan pencegahan kekerasan terhadap anak tanpa kenal lelah. "Sebagai lembaga pendidikan Islam terbesar dan tertua di Indonesia, pesantren memiliki peran dan posisi yang strategis," ucapnya.