Jatam: 104 konsesi pertambangan terletak di kawasan rawan bencana

Rezim harus bertanggung jawab, karena menerbitkan izin penguasaan ruang untuk eksploitasi sumber daya alam (SDA).

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah. Foto facebook.com/merah.ismail/photos

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengungkapkan, sebanyak 104 konsesi pertambangan berada di kawasan rawan bencana. Padahal, warga setempat pernah memprotes konsesi pertambangan tersebut.

Tercatat, 10 perusahaan tambang yang ditolak warga setempat. Yaitu, Agincourt Resources, Sinar Indah Persada, Citra Palu Mineral, J Resources Bolaang Mongondow, Gorontalo Minerals. Kemudian, Indotan Sumbawa Barat, PT Trio Kencana, PT Dairi Prima Mineral, Meridien Inti Energy, dan Vale Indonesia Tbk

Bahkan, ada 11 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara berada di kawasan rawan bencana. Dari risiko bencana gempa, hingga tsunami. Yaitu, PLTU Suralaya, PLTU Kendari 3, PLTU Labuhan Angin, PLTU Lontar, PLTU Nii Tanasa, PLTU Nagan Raya, PLTU Pangkalan Susu, PLTU Panau, PLTU Sabalang, PLTU Teluk Sepang, dan PLTU Teluk Sirih.

“Kan Presiden Jokowi setahun yang lalu pernah ngomong, ‘Jangan kasih izin, termasuk izin pembangunan apapun di kawasan rawan dan rentan bencana’. Tetapi, kenyataannya, kami menemukan ada 104 konsesi mineral dan batu bara di seluruh Indonesia,” ujar Merah dalam konferensi pers virtual, Jumat (29/1).

Hingga saat ini, ada sebanyak 3.092 lubang tambang di Indonesia. Dari 2014 hingga 2020, sebanyak 168 orang meninggal dunia sebagai korban lubang tambang. Untuk itu, dia menuntut pemerintah bertanggung jawab atas perusakan lingkungan oleh perusahaan tambang.