"Kalau transportasi dinormalkan, enggak usah ada aturan sekalian"

Relaksasi transportasi di tengah pandemi bertolak belakang dengan penerapan PSBB yang bertujuan menangani penyebaran Covid-19.

Foto udara sejumlah Polisi, Dinas Perhubungan dan Satpol PP berjaga di jembatan perbatasan Kota dan Kabupaten Gorontalo di Telaga, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Rabu (6/5/2020). Foto Antara/Adiwinata Solihin

Pemerintah mulai mengendurkan upaya penanganan pandemi Covid-19, setelah sempat terjadi penurunan kasus baru. Ini dilakukan melalui Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang memutuskan untuk mengizinkan kembali seluruh moda transportasi beroperasi. 

Keputusan ini dinilai bertolak belakang dengan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang saat ini diterapkan di sejumlah daerah. Hal ini lantaran moda transportasi yang dapat menjadi sarana penyebaran virus, dibatasi penggunaannya selama PSBB.

"Justru kebijakan itu akan membawa risiko yang lebih besar terkait dengan laju pandemi di Indonesia," kata Anggota Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia atau IAKMI, Hermawan Saputra, saat dihubungi jurnalis Alinea.id, di Jakarta, Rabu (6/5).

Keputusan relaksasi transportasi ini memperpanjang daftar buruk penanganan pandemi yang dilakukan pemerintah pusat. Kebijakan tersebut menunjukkan pemerintah belum juga memandang persoalan ini sebagai masalah kemanusiaan yang harus ditangani secara serius.

Upaya separuh hati yang dilakukan pemerintah dinilai membuat penanganan wabah corona menjadi sia-sia. Segala aturan dan kebijakan yang telah diputuskan sebelumnya menjadi runtuh dengan mengizinkan moda transportasi kembali beroperasi.