Penyiksaan dan kekerasan dalam proses penyelidikan masih terjadi

Menurut Julius Ibrani, terdapat kekosongan regulasi yang menghubungkan antara institusi Polri dan Kejagung.

Lima orang polisi memasuki ruang sidang bidang Propam di Polda Sulawesi Tenggara, Kendari, Sulawesi Tenggara. Antara Foto


Penyiksaan dan kekerasan dalam proses penyelidikan di kepolisian cukup mengerikan. Hal tersebut, ibarat ruang gelap yang mistis dan dapat diduga menjadi forum jual beli perkara.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani mengungkapkan, regulasi membuka peluang over kriminalisasi, penyiksaan, dan kekerasan dalam proses di kepolisian. 

Menurut dia, terdapat kekosongan regulasi yang menghubungkan antara institusi Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Kepolisian, memiliki wewenang penyelidikan dan penyidikan perkara sebelum dinaikkan menuju penuntutan.

"Ini ruang gelap yang mistis. Di lapangan banyak sekali cerita beredar. Misalnya, yang diandalkan penyelidik dan penyidik itu, ya tadi, pengakuan dari si orang yang dituduhkan. Dan, itulah bukti yang akan dieksploitasi,"  ujar Julius dalam diskusi virtual, Jumat (17/7).

Dia menjelaskan, ruang gelap yang mistis tersebut juga menjadi forum jual beli perkara. Dalam arti, ini harus ada barangnya. "Harus ada uangnya, supaya kami dorong jaksanya agar mau dan ini cerita yang beredar di masyarakat. Ini yang dilakukan oleh oknum kepolisian atau yang bekerjasama dengan kejaksaan," jelasnya.