Kemenristek: Obat yang salah bisa jadi racun dan berbahaya

Pernyataan ini mengkritik klaim Hadi Pranoto yang sesumbar telah menemukan obat Covid-19.

Petugas menunjukkan obat klorokuin untuk penanganan pasien Covid-19 sebelum diserahkan kepada RSPI Sulianti Saroso di Jakarta, Sabtu (21/3/2020). Foto Antara/Aditya Pradana Putra

Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) menegaskan, proses penemuan sebuah obat, termasuk untuk coronavirus baru (Covid-19), membutuhkan proses panjang dan berbagai prosedur. Pembuatannya juga harus mempertimbangkan segi keamanan saat dikonsumsi.

"Obat yang salah akan bisa menjadi racun dan berbahaya," ujar Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kemensritek, Ali Gufron Mukti, dalam keterangan pers di Graha BNPB, Jakarta, Jumat (7/8).

Dia menerangkan, proses penemuan obat berawal dari penelitian dengan berbagai tahapan yang perlu dipastikan aman. Suatu penelitian pun harus dipresentasikan kepada kolega agar hasilnya bisa didiskusikan bersama untuk mempertimbangkan kelayakannya.

Proposal penelitian terlebih dulu harus lulus uji etika kelayakan. Proposal penelitian, tidak bisa dibuat sembarang orang tanpa rekam jejak dan publikasi ilmiah.

"Uji etika kelayakan yang diuji oleh Komite Etik. Jadi, tidak bisa langsung mengklaim menemukan obat. Harus ada prosedur yang dijalankan," tegasnya.