Koalisi Masyarakat Sipil: Pembubaran FPI meninggalkan 'bom waktu'

Kekerasan oleh siapapun perlu diadili, tetapi tidak serta merta organisasinya dinyatakan terlarang.

enampakan pencopotan atribut FPI di Jalan Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2020).Foto Alinea/Ayu Mumpuni

Koalisi Masyarakat Sipil mengecam keras langkah pemerintah membubarkan dan melarang kegiatan, penggunaan simbol, dan atribut Front Pembela Islam atau FPI. Langkah tersebut dinilai tidak efektif mengatasi kekerasan sipil, provokasi kebencian, dan sebagainya. Sebaliknya, justu akan tercipta 'bom waktu' yang menggegorogoti sendi-sendi demokrasi.

Koalisi Masyarakat Sipil mengatakan, sudah lama berbagai organisasi masyarakat sipil mengecam berbagai kekerasan, provokasi kebencian, sweeping, serta pelanggaran-pelanggaran hukum lain yang dilakukan FPI. Mereka meminta aparat penegak hukum serta negara melakukan tindakan penegakkan hukum terhadap orang yang melakukan tindakan kekerasan.

"Kekerasan oleh siapapun perlu diadili, tetapi tidak serta merta organisasinya dinyatakan terlarang melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak melanggar hukum," kata Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/12).

Lewat surat keputusan bersama enam pejabat tinggi negara setingkat menteri, eksistensi FPI selama 18 tahun berakhir sejak kemarin, Rabu (30/12). Sebagai sebuah ormas, kini FPI telah dilarang beraktivitas setelah surat keterangan terdaftar (SKT) habis pada 20 Juni 2019. Seluruh simbol dan atribut FPI terlarang berkibar di Indonesia mulai 30 Desember 2020. 

"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI. Karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing sebagai ormas maupun organisasi biasa,” ucap Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan HAM, Mahfud MD, saat mengumumkan pelarangan FPI, Rabu (30/12) kemarin.