Konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria

Program reforma agraria di Indonesia sendiri belum menunjukkan keberhasilan dalam merombak ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah.

Presiden Joko Widodo (tengah) berdialog dengan warga saat Penyerahan sertifikat tanah untuk rakyat di Gelanggang Remaja Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (22/2/2019). Foto Antara

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) sebagai instansi yang menjalankan Reforma Agraria terus melakukan penguatan regulasi dan percepatan penyelesaian konflik agraria.

"Hal ini dilakukannya karena Reforma Agraria ialah kebutuhan semua pihak, sehingga perlu adanya kolaborasi bersama antarpemangku kepentingan dalam upaya pengimplementasiannya," kata Wakil Menteri ART/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra dalam Rapat Kerja Petani yang bertemakan “Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria”, secara daring.

Hal itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di mana dalam melaksanakan reforma agraria dan menyelesaikan konflik, hadirnya kelapangan hati dan perhatian terhadap masyarakat sangat dibutuhkan.

"Ketika mengambil kebijakan itu harus sejalan dengan kondisi atau berangkat dari kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dalam konteks itu kita bisa membayangkan hasil indikator keberhasilan dari kerja-kerja kita sekarang dan mulai terbayang identifikasi, inventarisasi, verifikasi dan pemetaannya," ujar Surya Tjandra.

Pemerintah sendiri telah membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). GTRA dalam hal ini merupakan wadah kerja lintas sektor dalam penyelesaian konflik agraria.