Kontroversi "pelican crossing" bikinan Anies

Usai JPU Bundaran HI dirobohkan, Anies Baswedan memasang 'pelican crossing' sebagai alternatif menyeberang jalan.

Pejalan kaki melintasi "pelican crossing" untuk menyeberang jalan di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (31/7)./ Antarafoto

Kendati diklaim bisa menjawab masalah penyeberangan di Bundaran HI, namun kebijakan "pelican crossing" yang digagas Gubernur Anies Baswedan justru menuai kontroversi. "Pelican crossing" ini sendiri dibuat usai Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) bernilai Rp5 miliar yang dibangun semasa Ahok memimpin, dirubuhkan Senin (30/7) lalu.

"Pelican crossing" merupakan tempat penyeberangan yang umumnya ditandai dengan jalur zig-zag dan garis lurus di sisi jalan. Berbeda dengan "zebra cross" yang tak bisa diatur lampu lalu lintas di dekatnya, fasilitas ini menawarkan hal tersebut.

Lampu bisa dengan bebasnya diaktifkan kala pejalan kaki hendak menyeberangi jalan. Para pejalan kaki hanya harus menekan tombol hingga lampu menyala merah dan tanda penyeberang menjadi hijau. Lalu lampu kuning akan terus berkedip memberi peringatan bagi pengendara jalan.

Oleh Anies, jembatan ini diklaim sebagai alternatif menyeberang sebelum terowongan Mass Rapid Transit (MRT) rampung dibangun. Namun, Sandiaga Uno punya pendapat berlawanan. Bagi DKI-2 itu, "pelican crossing" justru bakal jadi akses permanen bagi pejalan kaki di Bundaran HI.

Di luar silang pendapat keduanya, "pelican crossing" rupanya menyumbang kemacetan di sekitar lokasi. Berdasarkan pantauan awak media, justru terjadi penumpukan kendaraan di sekitar lokasi kala lampu lalu lintas menyala merah, tanda warga boleh menyeberang.