Korupsi pengadaan tower PLN, Kejagung: Adendum berubah 3 kali

Penyidik Kejagung menyatakan telah mengetahui pola mark up di korupsi pengadaan tower PLN.

Logo PLN. Dokumentasi PLN

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan sudah mengetahui pola mark up dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Tower PT PLN (Persero) dengan melebihkan anggaran sebenarnya (mark up). Namun, belum dirinci berapa jumlah tower yang dilakukan pembangunan dengan nilai anggaran mark up.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Supardi menerangkan, dalam kasus ini terjadi mark up dan mangkraknya pembangunan tower. Sedangkan, nilai seluruh pengadaan tower yang diajukan Rp2,2 triliun.

"Jadi yang mark up itu yang sudah selesai pembangunannya," ujar Supardi kepada Alinea.id, Jumat (29/7).

Supardi menerangkan, terdapat sejumlah tower yang pembangunannya mangkrak, bahkan belum sama sekali dibangun. Dia merinci, dalam adendum awal 2016-2017, jumlah tower yang masuk dalam pengadaan sebanyak 9.085, kemudian pada Mei 2018 adendum ditambah menjadi 10.000, terakhir adendum Oktober  menjadi 13.000 tower.

"Jadi barangnya ada, tapi belum dipasang," ucap dia.