KPAI minta sekolah dan guru berperan cegah radikalisme

Setara Institute menyebut sekolah negeri menjadi lahan membiaknya intolerensi dan fanatisme agama.

Anak-anak menjadi eksekutor di lapangan dalam aksi terorisme di Surabaya./Antara Foto

Keterlibatan anak-anak dalam aksi terorisme seperti yang terjadi di Surabaya diungkap Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terbilang aktif di lapangan. Bahkan anak-anak telah menjadi bagian dari eksekutor. 

Ketua KPAI Susanto mengatakan, belakangan terorisme yang melibatkan anak-anak tidak hanya saat aksi di lapangan tapi juga dalam perencanaan sebelum melakukan aksi terorisme. Pengaruh dari luar khususnya berasal dari sekelompok mentor organisasi kerohanian juga bisa membuat anak-anak dirasuki paham radikal. 

"Mentor (organisasi kerohanian) seringkali memanfaatkan anak dan remaja. Lalu kemudian melakukan mentoring terhadap teman sebayanya," terang Susanto pada Selasa (15/5).

Anggota KPAI Retno Listyarti menambahkan, seharusnya pelibatan anak dalam aksi terorisme dapat dicegah sejak dini. Sebab riwayat ayah dari pelaku bom di Surabaya bergabung dalam Organisasi Kerohanian Islam (Rohis) yang memilih untuk tidak mau upacara bendera. Sayangnya, kejadian tersebut diabaikan oleh para guru saat itu. 

Atas kejadian tersebut, Retno mengajak agar setiap sekolah dan para guru turut berperan serta dalam upaya pencegahan radikalisme. KPAI juga menyoroti bahwa anak-anak yang mengenyam pendidikan di sekolah negeri lebih mudah terpapar radikalisme.