KPK selamatkan potensi kerugian negara Rp63,8 triliun

KPK memantau tiga sektor utama yakni, kesehatan, sumber daya alam dan pangan, serta kajian impor bawang putih.

Komisioner KPK jilid IV, Laode M Syarief (kiri), Agus Rahardjo (kedua kiri), Basaria Pandjaitan (tengah), Alexander Mawarta (kedua kanan), dan Saut Situmorang (kanan), saat konfrensi pers kinerja KPK 2016-2019, di Gedung Penunjang Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (17/12). Alinea.id/Achmad Al Fiqri.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menyelamatan potensi kerugian keuangan negara dan pendapatan negara sebesar Rp63,8 triliun. Capaian itu diperoleh setelah KPK memantau tiga sektor utama yakni, kesehatan, sumber daya alam dan pangan, serta kajian impor bawang putih. Adapun langkah monitoring dilaksanakan dengan cara melakukan kajian, pengukuran, pengembangan, dan tindaklanjut.

"Dari fungsi monitoring dan pencegahan korupsi, KPK menyelamatkan potensi kerugian negara atau pendapatan negara sebesar Rp63,8 triliun," kata Ketua KPK Agus Rahardjo, saat konfrensi pers kinerja KPK 2016-2019, di Gedung Penunjang Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa (17/12).

Dalam memantau sektor kesehatan, KPK mengkaji dua fokus utama yakni, pengadaan alat kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. "Dari kajian di sektor kesehatan ini, pontensi kerugian keuangan negara yang dapat diselamatkan adalah Rp18,15 triliun," papar Agus.

Agus menyampaikan, KPK menemukan sejumlah catatan pada sektor ini. Salah satunya, penggunaan e-catalogue yang belum optimal lantaran jumlah alat kesehatan dan penyedia masih minim. KPK mencatat, penyedia alat kesehatan hanya  7% dan penyedia mendapat 35%.

Di samping itu, pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan mekanisme konvensional  untuk pengadaan alat kesehatan masih terbilang banyak. Karena itu, KPK memberikan empat rekomendasi. Yakni, pembentukan komponen pembentuk harga dasar untuk dasar negosiasi harga tayang oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Kemudian, Kemenkes dan LKPP membuat cetak biru peningkatan jumlah produk dan penataan konten alat kesehatan di e-catalogue, penutupan fitur negosiasi, diganti menjadi fitur pilihan, serta penyempurnaan regulasi untuk menjadi pedoman penilaian kebutuhan dan pemilihan alat kesehatan.