KSTJ paparkan empat masalah di balik reklamasi Ancol

Anies mengizinkan reklamasi Ancol melalui Kepgub 237/2020.

Penampakan udara di timur laut Ancol, Jakarta Utara, Kamis (9/3/2017). Google Earth/Twitter/@elisa_jkt

Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) menilai, terdapat empat masalah di balik restu reklamasi untuk PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJA). Pertama, pemerintah provinsi (pemprov) berupaya mengelabui publik dengan penerbitan izin secara diam-diam dan mengklaim proyek itu bukan reklamasi.

"Padahal jika merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 juncto Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perluasan wilayah Ancol dengan mengonversi wilayah laut pesisir menjadi daratan jelas merupakan reklamasi," ucap perwakilan KSTJ, Iwan, melalui keterangan tertulis kepada Alinea.id, Selasa (14/7).

Kedua, lanjut Ketua Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) Muara Angke itu, izin tersebut melanggar UU Pesisir dan Pulau Kecil, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Peraturan Daerah Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K).

Hingga kini DKI Jakarta belum memiliki Perda RZWP3K. Pemprov memutuskannya menarik dari program legislasi daerah (prolegda) dengan dalih penyempurnaan kajian dan materi.

Perwakilan KSTJ lainnya dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta, Tubagus Ahmad, mengingatkan, reklamasi di pesisir pantai utara (pantura) harus sesuai Perda RZWP3K lantaran menjadi syarat izin pembuatan pulau palsu.