Lapor Covid-19: Komunikasi risiko kita sejak awal cenderung bermasalah

Kegagalan mengatasi pandemi dengan prinsip equality bisa memicu survival of the fittest yang tidak adil karena struktur ekonomi politik.

Ilustrasi skenario terburuk penanganan Covid-19. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Co-Leader Lapor Covid-19 Ahmad Arif mengatakan, Indonesia berada pada satu titik, di mana angka kasus kematian dan kasus aktif sudah sangat rendah. Namun, Indonesia tetap harus berhati-hati dan waspada dengan angka kenaikan kembali. Indonesia juga memiliki kerawanan karena cakupan vaksin yang masih terbatas terutama pada kelompok masyarakat rentan.

“Satu hal yang harus kita ingat, situasi kasus Covid-19 yang menurun saat ini kita capai dengan pengorbanan yang sangat besar sekali. Jika berbicara mengenai angka kasus ataupun kematian jauh lebih tinggi dari pada yang terlaporkan,” ujarnya dalam Webinar Dari Waktu ke Waktu: Ketangguhan Masyarakat Rentan dan Kesiapan Pelayanan Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak dalam Menghadapi Pandemi COVID-19, Selasa (19/10).

Lapor Covid-19 menerima banyak sekali laporan tingkat kematian di desa yang sebagian besar tidak teridentifikasi sebagai Covid-19, terutama pada Juli dan Agustus.

“Beberapa waktu yang lalu, saya mengambil sample di kawasan Burujul Wetan Jatiwangi Kabupaten Majalenka, terdapat lonjakan kasus kematian sampai sepuluh kali lipat dibandingkan rata-rata tahunannya. Dalam satu bulan mencapai 50 kasus kematian sedangkan rata-ratanya hanya sekitar tiga sampai lima orang. Kemudian teridentifikasi sebagai Covid karena diperiksa dan hanya kurang dari 10% yang terkonfirmasi meninggal karena Covid,” terangnya.

Lebih lanjut, Arif menuturkan alasan kasus kematian di desa tidak terkonfirmasi adalah karena sebagian masyarakat cenderung menghindari Rumah Sakit karena takut dengan stigma atau isu terkait Covid-19 serta dianggap sebagai beban ekonomi. Sehingga masyarakat di desa rela sakit bahkan meninggal tanpa diketahui apakah terjangkit Covid atau tidak.