Lima misi pemerintah ajukan revisi KUHP

Salah satunya, menghilangkan nuansa kolonial.

Ilustrasi revisi KUHP. Alinea.id/Firgie Saputra

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, menyatakan, ada 5 misi dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pertama, dekolonisasi atau menghilangkan nuansa kolonial.

Kedua, demokratisasi atau pendemokrasian rumusan pasal tindak pidana agar sesuai konstitusi, khususnya Pasal 281 UUD 1945 dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ketiga, konsolidasi penyusunan kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian UU Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan rekodifikasi (terbuka-terbatas).

Keempat, harmonisasi demi adaptasi dan keselarasan dalam merespons perkembangan hukum terkini tanpa mengesampingkan hukum yang hidup (living law). Terakhir, modernisasi yang berarti filosofi pembalasan klasik (dood-strafrecht) yang berorientasi perbuatan semata-mata dengan filosofi integrati (dood-doderstrafrecht-slachtoffer) dan memperhatikan aspek perbuatan, pelaku, dan korban kejahatan.

Di sisi lain, Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramohawardani, menerangkan, pemerintah menggelar dialog publik Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP guna menampung aspirasi publik. Selain itu, ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dirinya melanjutkan, terdapat lebih dari 600 pasal di dalam RUU KUHP. Oleh karena itu, proses revisi menuai pro kontra dan atensi publik.