Dilema mudik di tengah Covid-19: Perantau bertahan, pemerintah plinplan

Pemerintah tak melarang mudik, tapi harus mematuhi protokol yang berlaku. Di sisi lain, perantau bertahan dengan ekonomi yang mencekik.

Ilustrasi mudik. Alinea.id/Oky Diaz.

Sudah tiga tahun Isnen mencari nafkah sebagai pengemudi ojek daring. Sehari-hari, ia beroperasi di wilayah Bekasi dan sekitarnya. Namun, pria 38 tahun asal Ponorogo, Jawa Timur itu tak pernah menyangka kehidupannya bakal sulit tahun ini akibat coronavirus disease 2019 (Covid-19).

Dua bulan belakangan, ada imbauan ojek daring tak boleh mengambil penumpang. Ia lantas terpaksa menggantungkan hidup sebagai kurir surat dan resep obat untuk Rumah Sakit Hermina, Jatinegara, Jakarta Timur.

“Karena ojek sepi orderan, saya hanya andalkan jasa kurir,” kata Isnen saat dihubungi reporter Alinea.id, Selasa (14/4).

Dari pekerjaannya itu, rata-rata sehari ia mendapat upah Rp100.000. Uang sebesar itu, kata dia, hanya cukup untuk makan. Di Jakarta, Isnen pun tinggal berpindah-pindah di rumah teman-temannya. Ayah tiga anak ini pun tidak pernah berpikir untuk pulang kampung.

“Boro-boro mau balik kampung, makan saja susah,” ucapnya.