Nadiem baru sadar ada kesenjangan akses pendidikan di Indonesia

Pembelajaran jarak jauh (PJJ) daring terlalu banyak tantangannya.

Siswa mengerjakan tugas sekolah di rumahnya di Pekanbaru, Riau, Kamis (16/4/2020). Foto Antara/Rony Muharrman/nz.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengaku, baru menyadari adanya kesenjangan akses pendidikan di Indonesia. Itulah sebabnya Ia percaya pentingnya pemerataan infrastruktur pendidikan.

“Kesenjangan akses pendidikan yang memiliki sumber daya dan tidak, semakin besar. Itu seperti kesenjangan struktural. Mungkin kalau enggak ada pandemi, kita tidak mengerti seberapa besar gap ini, tetapi karena pandemi kami benar-benar sadar. Ini menjadi pembelajaran buat pemerintah dan negara-negara lain juga,” ucapnya dalam diskusi virtual via akun Instagramnya @nadiemmakarim, Jumat (27/10).

Bercermin dari pengalaman berkeliling ke Nusa Tenggara Timur (NTT), hingga Sulawesi Tengah, Nadiem menyebut, pembelajaran jarak jauh (PJJ) daring terlalu banyak tantangannya. Apalagi, pelaksanaan PJJ daerah 3 T (tertinggal, terluar, terdepan). Maka, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mempercayakan keputusan pembukaan sekolah tatap muka kepada pemerintah daerah (Pemda) yang disebut lebih mengenal wilayahnya.

“Jadi, yang harus dilakukan adalah mempercayai pemda untuk menentukan apa keseimbangan yang mereka butuhkan, karena mereka yang mengenal daerah mereka, bukan pusat,” ujar Nadiem.

Daerah 3T, kata dia, paling membutuhkan pembelajaran tatap muka. Jika pembukaan sekolah tatap muka dilakukan di daerah 3T, maka murid-murid yang terkendala selama PJJ setidaknya bisa belajar tiga hari. Mereka sempat berinteraksi dan bertemu secara tatap muka dengan guru dan teman-temannya.