Tenaga kesehatan, benteng terakhir penanganan Covid-19 yang tidak jemawa

Namun begitu, tentunya mereka membutuhkan bantuan dari masyarakat untuk mengalahkan Covid.

Dokter RSUD Kota Bogor melakukan pemeriksaan terhadap pasien suspect virus COVID-19 saat simulasi di ruang isolasi RSUD Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/3/2020).Foto Antara/Arif Firmansyah/ama.

Tenaga kesehatan menjadi pusat perhatian masyarakat selama pandemi Covid-19. Mereka bukan hanya dari kalangan dokter. Tetapi juga perawat, bidan, dokter gigi, apoteker, hingga ahli teknologi laboratorium medik. 

Sebagai garda terdepan dalam merawat pasien Covid-19, tidak sedikit dari mereka yang positif Covid-19, bahkan ada juga yang meninggal dunia. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melaporkan 117 dokter meninggal akibat positif Covid-19. Ikatan Bidan Indonesia juga melaporkan 22 anggotanya meninggal akibat tertular Covid-19. Sedangkan Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia melaporkan empat anggotanya meninggal dunia akibat Covid-19.

Meninggalnya tenaga kesehatan akibat Covid-19, merupakan kehilangan yang besar bagi Indonesia. Pasalnya berdasarkan data WHO pada 2017 rasio dokter umum dan penduduk di Indonesia, hanya empat per 10.000 penduduk. Sedangkan rasio dokter spesialis lebih rendah lagi, yakni 1,4 per 10.000 penduduk.

Selain itu, Persatuan Perawat Nasional Indonesia menyebutkan, saat ini hanya ada 10 perawat per 10.000 penduduk, padahal rasio ideal WHO adalah 18 per 10.000 penduduk.

Oleh karena itu, kematian tenaga kesehatan akibat Covid sangat merugikan negara ini. Tetapi untungnya, kendati perannya sangat dibutuhkan dalam situasi seperti sekarang, tidak membuat tenaga kesehatan di Tanah Air menjadi jemawa.