Narasi new normal dan 'tren' penjemputan paksa jenazah Covid-19

Di era new normal, narasi yang digaungkan justru pelonggaran.

Petugas kepolisian melakukan simulasi pemakaman jenazah pasien positif Covid-19 di Mapolres Batang, Jawa Tengah, Senin (20/4)/Foto Antara/Harviyan Perdana Putra.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai maraknya penjemputan jenazah pasien Covid-19 dipicu oleh narasi new normal.

Berbeda dengan era pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di mana narasi pengetatan lebih dominan, di era new normal, narasi yang digaungkan justru pelonggaran.

Pada fase PSBB, petugas kesehatan, rumah sakit, hingga polisi dinilai berani menindak tegas pelaku penjemputan paksa jenazah pasien Covid-19. Misalnya, dalam kasus penjemputan paksa jenazah pasien Covid-19 di Surabaya, Kalimantan, dan Jawa Barat.

Namun, hal itu dinilai tidak terjadi saat memasuki era new normal. “(Di era new normal) sekarang tidak ada tindakan demikian (tegas pada pelaku penjemput jenazah pasien Covid-19) karena orang sudah berani ngomong terbuka, sekarang bukan PSBB, sekarang kan new normal. Jadi, stempel new normal itu membuat masyarakat bisa bernegoisasi,” ujar Komisoner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam dalam konferensi pers virtual, Selasa (28/7).

Di era new normal, penjemputan paksa jenazah pasien Covid-19 dianggap bisa dibenarkan dengan dalih untuk melakukan ritual keagamaan, hingga penghormatan dari aspek kebudayaan.