Nihil transparansi aset, korban ingin dibentuk Pansus DPR

Kuasa hukum korban meminta perlindungan hukum kepada Polri serta Jaksa Agung. Mereka juga mendesak agar dibentuk Pansus DPR.

Terdakwa Direktur Utama First Travel Andika Surachman (kedua kanan), Direktur Anniesa Hasibuan (kanan), dan Direktur Keuangan Siti Nuraida Hasibuan (kedua kiri) menjalani sidang kasus dugaan penipuan dan pencucian uang biro perjalanan umrah First Travel dengan agenda pembacaan amar putusan di Pengadilan Negeri Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (30/5)./ Antarafoto

Kuasa Hukum korban First Travel Luthfi Yazin mempertanyakan kemana perginya aset-aset First Travel yang berpindah tangan secara sepihak. Tim kuasa hukum beralasan, selama ini tidak ada transparansi berkenaan aset-aset yang dimiliki perusahaan penyedia jasa Umroh tersebut.

"Semestinya diklarifikasi dalam sebuah persidangan, bukan hanya sepihak. Kalau itu berpindah ke orang lain itu namanya ilegal, karena dilakukan secara sepihak, tidak (disebutkan) dalam persidangan," katanya.

Luthfi menyayangkan, duo suami istri itu memiliki sejumlah aset, yakni kendaraan mewah, kantor, rumah mewah, yang sebelumnya sudah disita. Bagaimana, imbuhnya, proses selanjutnya, termasuk penjelasan kemana barang- barang itu masih nihil hingga kini.

"Kalau sepihak (tanpa penjelasan) itu namanya ada sesuatu di balik udang," selorohnya.

Dia menceritakan, pada sidang perdana, pengacara pertama First Travel mengungkapkan, ada aset sebesar Rp200 miliar yang dimiliki First Travel. Kemudian oleh First Travel, aset itu diminta untuk dijual dan dibagikan pada jamaah.