Ombudsman DKI minta Kemenkes evaluasi harga rapid test antigen yang mahal

Mahalnya tarif picu masyarakat enggan jalani tes antigen, padahal dibutuhkan untuk mendeteksi penularan Covid-19.

Calon penumpang pesawat mengikuti tes cepat antigen di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (22/12/2020)/Foto Antara Fauzan.

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Jakarta Raya meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengevaluasi batasan tarif tertinggi tes antigen, sebagaimana tertuang di Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor: HK.02.02/1/4611/2020.

Menurut Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho, harga rapid test antigen masih kemahalan karena di kisaran Rp250 ribu untuk Pulau Jawa dan Rp275 ribu luar Pulau Jawa. Harga yang mahal ini memicu masyarakat tidak melakukan tes. Padahal, tes antigen dibutuhkan sebagai alat mendeteksi penularan Covid-19, bukan hanya syarat perjalanan.

“Di gelombang dua ini banyak keluarga suspect Covid-19 yang kemudian tidak di-testing dan di-tracking apalagi di-treatment (3T) sebagaimana yang tercantum di dalam Buku Saku Pelacakan Kontak Kasus Covid-19 Kemenkes RI oleh pihak penyedia layanan kesehatan terdekat karena keterbatasan personel,” ujar Teguh lewat pernyataan tertulis, Selasa (29/6).

Ombudsman, imbuh Teguh, banyak menemukan suspect Covid-19 yang hasil tes usapnya positif harus melakukan Polymerase Chain Reaction (PCR) sendiri karena lambatnya penanganan tracing dan tracking. Kondisi itu disebabkan personel yang terbatas.

“Personel yang terbatas membuat masih banyak suspect Covid-19 yang kemudian harus melakukan swab mandiri bagi anggota keluarga lainnya dan test PCR mandiri,” lanjutnya.