Pelibatan keluarga dalam aksi terorisme senjata mematikan

Pelibatan keluarga dalam kasus terorisme karena adanya keterbatasan sumber daya manusia.

Petugas kepolisian berjaga di lokasi terjadinya ledakan yang diduga bom di kawasan Jalan KH Ahmad Dahlan, Pancuran Bambu, Sibolga Sambas, Kota Siboga, Sumatera Utara, Selasa (12/3). Antara Foto

Peneliti Pusat Kajian Keamanan Nasional (Puskamnas), Alim Asghar, mengatakan pelibatan keluarga dalam menjalan aksi terorisme seperti yang terjadi di Sibolga, Sumatra Utara, merupakan senjata yang mematikan. Pasalnya, pelibatan keluarga dalam kasus terorisme memuat unsur tak terduga.

“Siapa yang akan mencurigai seorang anak kecil membawa bom dan hendak meledakkan diri,” kata Ali ketika dihubungi di Jakarta pada Rabu, (13/3).

Menurut Ali, pelibatan keluarga dalam kasus terorisme karena keterbatasan sumber daya manusia. Namun demikian, modus pelibatan keluarga untuk aksi terorisme bukanlah sesuatu hal yang baru. Sebelumnya, kasus serupa juga terjadi pada 2018 di Surabaya, Jawa Timur. Keluarga terduga teroris di Surabaya itu menargetkan jemaat Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro Surabaya sebagai korbannya.

Ali menjelaskan, lingkungan terdekat seorang teroris khusunya suami adalah keluarganya sendiri, sehingga tidak menutup kemungkinan jika sang suami dalam melakukan aksi jihadis tersebut mengajak istri dan anaknya.

Selain itu, dari aspek lingkungan tempat tinggal juga bisa mempengaruhi pemikiran seseorang untuk menerima paham radikalisme. Karenanya, Ali mengimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai ulama yang doyan menebar kekerasan, tau ulama yang mengajak orang untuk bertindak radikal.