Penanganan ekstremisme kekerasan dan terorisme butuh proses panjang

Sikap intoleransi menjadi benih-benih awal yang membawa kecenderungan pada lahirnya radikalisme.

Ilustrasi. Foto Pixabay.

Perpres No.7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE), dinilai sebagai langkah maju yang dilakukan oleh pemerintah di tengah kian tingginya aksi terorisme.

Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi mengatakan terbitnya peraturan tersebut menunjukkan pemerintah menganggap ekstremisme kekerasan dan terorisme merupakan bentuk ancaman yang nyata di Indonesia. 

"Secara faktual, selama ini Indonesia dibayang-bayangi ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada aksi terorisme," ujar Islah dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id, Jakarta, Selasa (30/1).

Rencana Aksi Nasional dalam Perpres yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 6 Januari 2021 itu terdiri dari tiga pilar, yaitu pencegahan, penegakan hukum, dan kemitraan. Pencegahan meliputi unsur kesiapsiagaan, kontra-radikalisasi, dan deradikalisasi. Penegakan hukum meliputi penegakan hukum, perlindungan saksi dan korban, serta kerangka kerja legislasi nasional. Sementara kemitraan meliputi peningkatan kapasitas dan instrumen hukum kerja ama internasional dalam penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.

Meski demikian, Islah menyebut penanganan ekstremisme kekerasan dan terorisme tidak akan selesai dalam waktu yang dekat. Penyelesaian persoalan ini disebut membutuhkan proses yang panjang dan bertahap.