Pengamat: Presiden bisa tolak bahas revisi UU KPK

"Presiden bisa menolak untuk membahas dengan cara tidak mengirimkan surat."

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Menkum HAM Yasonna Laoly (kedua kiri), Seskab Pramono Anung (kiri), Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara (APHTN) Mahfud MD (tengah) dan Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti (kanan) menghadiri pembukaan Konferensi Hukum Tata Negara VI di Istana Negara Jakarta, Senin (2/9). /Antara Foto.

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, Presiden Joko Widodo bisa menolak untuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) dengan tidak mengirimkan surat presiden kepada DPR.

"Jadi presiden bisa menolak untuk membahas (revisi UU KPK) dengan cara tidak mengirimkan surat presiden atau mengirim surat presiden yang menyatakan tidak mau membahas itu," ujar Bivitri saat dihubungi, Sabtu (7/9).

Bivitri menyatakan, pernyataan tersebut merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 20 ayat 1 yang menyebut bahwa kekuasaan untuk membentuk undang-undang ada di DPR.

Kemudian di Pasal 20 ayat 2 disebutkan, setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR bersama presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.

Menurut dia, bila Jokowi mengambil langkah tersebut, secara otomatis DPR tidak bisa melanjutkan pembahasan revisi undang-undang lembaga antirasuah itu.

"Ketika presiden bilang saya tidak mau membahas, berarti tidak ada pembahasan," kata Bivitri.

Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu mengatakan, Jokowi sebaiknya juga segera menyampaikan pernyataan terbuka terkait sikapnya tentang adanya pembahasan revisi UU KPK yang diusulkan DPR.

"Penting bagi presiden untuk mengatakan bahwa dia mendukung KPK yang sekarang ini yang kuat dan tidak mau melemahkan KPK," ucap Bivitri. (Ant).