Pengamat: Radikalisme berawal dari sikap intoleran

Islah Bahrawi sependapat dengan Menko Polhukam yang membagi radikalisme di Indonesia dalam 3 tingkatan.

Ilustrasi. Flickr

Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi, mengatakan, semua kegiatan radikalisme yang mengarah ke ekstrimisme lalu berbentuk terorisme diawali dari sikap-sikap intoleransi. Karenanya, intoleransi dengan radikalisme bukan irisan yang berbeda melainkan saling menopang.

"Karena intoleransi itulah yang membentuk radikalisme. Kalau sudah terbentuk radikalisme, terbentuklah ekstrimisme. Kalau ekstrimisme yang terbentuk, kemudian berbentuk terorisme pada tataran terakhir nantinya. Ini yang harus kita pahami dulu," ujarnya, Minggu (20/12).

Karenanya, dirinya sependapat dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, yang mengategorikan tiga tingkatan radikalisme di Indonesia. Ketiga kelompok itu berbentuk intoleransi, melakukan aksi teror, dan menyusup ke dalam berbagai institusi.

"Jadi, memang pernyataan Pak Mahfud ini tidak ada salahnya. Tapi, sebenarnya intoleran dengan radikalisme ini adalah proses yang saling terkait dan bukanlah irisan yang berbeda memang," ungkapnya.

Diakuinya, radikalisme sudah menjadi polemik sejak dulu sekalipun definisi tentangnya, ekstrimisme, dan terorisme di seluruh dunia selalu simpang siur. Dicontohkannya dengan berbedanya definisi yang dirumuskan para ahli, dari Daniel Kohler, Syaikh Usamah, Habib Ali Al-Jufri, hingga Scott Atran.