Pengamat intelijen yakin laporan BIN beli mortir dari Serbia hoaks

Isu penggunaan senjata pemusnah massal di Papua bukan hal mengejutkan, sebab menyebarkan hoaks juga strategi perjuangan kaum separatis.

Pengamat intelijen Stanislaus Ryanta. Foto menitini.com/

Pengamat intelijen Stanislaus Ryanta menanggapi laporan Conflict Armament Research (CAR), kelompok pemantau senjata berbasis di London, yang menyebut Badan Intelijen Negara (BIN) membeli sekitar 2.500 mortir dari Serbia untuk operasi di Papua pada 2021.

Dia menilai, laporan tersebut tidak benar, sebab tugas BIN adalah mengumpulkan informasi, bukan melakukan operasi militer.

"Informasi soal penggunaan mortir itu jelas tudingan yang kejam dengan strategi disinformasi yang menyesatkan," kata Stanislaus dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (18/6). 

Stanis mengaku tidak heran dengan adanya hoaks seperti itu. Pasalnya, para simpatisan dan pendukung separatisme di Papua beberapa waktu lalu, juga menyebarkan video suntingan yang bermaksud menyudutkan pemerintah Indonesia. Faktanya, video tersebut hasil suntingan, bukan kejadian yang sesungguhnya. 

"Yang kami sayangkan, hoaks macam ini dilakukan secara sistematis untuk merusak citra institusi negara yang jelas-jelas telah bekerja keras untuk menjaga keamanan negara," ujar Stanislaus.