Penyakit mulut dan kuku yang mewabah di Jatim diduga dari India

Rochadi Tawaf bertahun-tahun berjuang di MK dan MA agar impor daging sapi berbasis negara (country based).

ilustrasi. foto Pixabay

Kekhawatiran Indonesia akan kebobolan kembali penyakit mulut dan kuku (PMK) akhirnya terjadi. PMK telah menjadi wabah (outbreak) di empat kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Penyakit menular ini telah menyerang 1.247 ekor sapi di Kabupaten Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Mojokerto. 

"Imbauan, opini sampai gugatan ke Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung dengan tujuan utama melindungi peternakan dalam negeri tidak pernah digubris," urai mantan Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf, Jumat (6/5).

Bersama Ketua Umum PPSKI Teguh Boediyana dan para kolega, Rochadi Tawaf bertahun-tahun berjuang di MK dan MA agar impor daging sapi berbasis negara (country based). Perjuangan dimulai sejak tahun 2009 dengan menggugat UU 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Semula, UU itu menganut sistem zone based. PPSKI memenangkan uji materi di MK agar impor menganut country based. Dalam perjalanannya, sistem ini dinilai membuat langkah Indonesia mengimpor daging sapi jadi terbatas. Karena tak banyak negara eksportir daging sapi di dunia yang bebas PMK. Akibatnya, Indonesia amat tergantung Australia dan Selandia Baru.

Karena itu, UU 18/2009 direvisi menjadi UU 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Di UU yang baru, impor didasarkan pada zone based. "PPSKI dua kali melakukan uji materi di MK dan sekali di MA. Pada 2016, daging sapi dari India boleh masuk. Yang dikhawatirkan akhirnya benar-benar terjadi," ujar Rochadi kepada Alinea.id.