Korupsi ekspor sawit: Penyidik temukan syarat DMO minyak goreng hanya formalitas

Penyidik mendalami dugaan suap dan gratifikasi dalam persetujuan ekspor yang diterbitkan.

Ilustrasi. Foto Pixabay.

Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan penerbitan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit bagi tiga perusahaan minyak goreng PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Musim Mas, dan Permata Hijau Group, berlangsung tanpa klarifikasi dan pemenuhan syarat kewajiban memasok pasar domestik (domestic market obligation/DMO) yang jelas. Penerbitan PE itu dilakukan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan, kewajiban DMO tersebut dianggap hanya sebuah formalitas. “(DMO) tanpa klarifikasi dengan tindakan-tindakan lain, Dirjen mengeluarkan perizinan ekspor. Nah ini membuktikan ketika ekspor itu keluar tanpa kendali DMO-nya, kan (minyak goreng) langka waktu itu. Bulan Januari, Februari, Maret langka, bahkan kosong sering ditemukan kan? Karena semua ekspor, karena harga lebih tinggi di sana,” kata Febrie kepada Alinea.id, Kamis (21/4).

DMO merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemendag saat minyak goreng langka dan harganya mahal. Dalam beleid ini, para eksportir minyak goreng harus memasok 20% minyak kelapa sawit mentah atau CPO (crude palm oil) dan olein ke dalam negeri. Batas wajib pasok tersebut kemudian dinaikkan menjadi 30%.

Febrie menyatakan, penyidik mendalami dugaan suap dan gratifikasi PE yang diterbitkan. Dugaan tersebut muncul karena kewajiban yang tidak dipenuhi namun izin tetap dikeluarkan. Ini menambah pertanyaan besar di kepala penyidik.

Febrie berujar tidak menutup potensi ada tersangka lain, tidak hanya dari pemerintah. Tapi juga tersangka dari korporasi. Pasalnya, penerbitan PE dari Kemendag untuk para pengusaha eksportir-importir itu membuat masyarakat kesusahan.