Perma Nomor 1 Tahun 2020 terbit, KPK: Jangan Pasal 2 dan 3 saja

Sejak 2012 KPK lebih dominan menangani kasus suap atau gratifikasi.

Logo KPK. Dokumentasi Komisi Pemberantasan Korupsi

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango, mengapresiasi, terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Namun, dia berharap pasal lain juga diatur.

Hal itu disampaikan Nawawi karena sejak 2012, lembaga antirasuah lebih dominan menangani kasus suap atau gratifikasi. Sementara Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, persentasenya lebih sering dipakai dalam kurun waktu 2004-2012.

"Tidakkah kemudian MA, ada pemikiran-pemikiran lebih lanjut untuk melakukan pengaturan juga terhadap pasal-pasal lain, pasal suap dan lain sebagainya," katanya dalam tanggapan Sosialisasi Perma Nomor 1 Tahun 2020 secara daring, Kamis (3/12).

Menurut Nawawi, pedoman pasal lain menjadi penting karena terdapat disparitas penuntutan dan putusan. Dia pun mencontohkan, dua kasus yang menggunakan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor terkait memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud mempengaruhi putusan.

Perkara pertama, praktik suap terhadap eks Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung, Setyabudi Tedjocahyono. Nawawi menjelaskan, pada kasus itu terdakwa pemberi suap eks Wali Kota Bandung, Dada Rosada, dijerat Pasal 6 ayat (1) huruf a dan dituntut 15 tahun penjara.