Petaka dan nasib para pelacak kontak Covid-19

Ditolak dan tidak dibukakan kunci pintu oleh warga jadi menu harian mereka. Padahal, perannya amat penting.

Ilustrasi. Foto Alinea.id/Oky Diaz.

Dua minggu terakhir terasa berat bagi Fenty Ramadhanti. Perempuan 22 tahun itu harus bekerja ekstra seiring jumlah pasien positif Covid-19 yang terus bertambah banyak. Jumlah pasien yang menanjak membuat beban dia sebagai pelacak kontak bertambah.

Fenty bergabung menjadi tim pelacak kontak atau contact tracer Covid-19 di Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta Timur, pada November 2020. Saat itu, kata dia, jumlah warga yang harus dilacak setiap harinya masih bisa terjangkau oleh jumlah petugas.

"Bulan Juni (2021) ini adalah yang tertinggi selama saya menjadi contact tracer di puskemas ini. Kenapa? Karena kasus di kami tinggi banget," kata Fenty kepada Alinea.id, Senin (21/6).

Kondisi pandemi saat ini, kata Fenty, merupakan yang terburuk sejak ia menjadi bagian tim pelacak. Penularan Covid-19 di bulan Juni berlangsung amat cepat, bahkan nyaris tidak terkendali. Imbasnya, petugas pelacak kontak kedodoran melacak kontak erat.

Sempat menurun pada awal hingga pertengahan Mei lalu, memasuki Juni kurva kasus harian Covid-19 terus merangsek naik. Pada 1 Juni, tercatat ada 4.824 kasus baru. Pada 30 Juni, angka kasus harian melesat menjadi 21.807 per hari. Ini rekor terbaru.