PPKM mikro: Kebijakan basa-basi tangani pandemi

Setelah menerapkan PPKM sebanyak dua jilid, kini pemerintah mencoba PPKM berbasis mikro untuk mengendalikan penularan Covid-19.

Ilustrasi PPKM berbasis mikro. Alinea.id/Oky Diaz.

“RT 008 Zona Merah Virus Covid-19.” Begitu tulisan yang tertera di spanduk berwarna merah yang membentang di samping gerbang perumahan Bukit Cimanggu City, Kota Bogor, Jawa Barat. Akan tetapi, peringatan tersebut nyatanya tinggal peringatan.

Orang-orang masih bebas keluar-masuk perumahan, tanpa mengindahkan protokol kesehatan. Terlihat beberapa warga yang berhamburan keluar dari masjid sehabis salat zuhur. Di sisi lain, ada beberapa orang berkerumun di depan sebuah rumah.

Di RW 14—termasuk di dalamnya RT 008 perumahan tersebut—menurut data pemerintah kota setempat, terdapat 11 kasus positif Covid-19. Di RW 19 kawasan Kampung Lio, Kota Depok, Jawa Barat situasi hampir serupa. Meski termasuk dalam zona merah penularan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, kerap dijumpai orang-orang yang keluar rumah tanpa mengenakan masker, kerumunan, dan tak ada tanda kawasan zona merah.

Itu adalah potret dua RW di Bogor dan Depok yang seakan abai terhadap pencegahan penularan Covid-19. Padahal, pemerintah pusat sudah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro, melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 3 Tahun 2021 tentang PPKM berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 sejak Selasa (9/2) hingga Senin (22/2).

PPKM berbasis mikro ini diterapkan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Dalam Inmendagri 3/2021 itu disebutkan, zona merah adalah yang di wilayahnya terdapat lebih dari 10 rumah dengan kasus positif dalam satu RT selama tujuh hari terakhir.