Problem urbanisasi usai operasi yustisi tak ada lagi

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengganti operasi yustisi dengan Pelayanan Bina Kependudukan.

Masalah pendatang baru selalu menjadi problem DKI Jakarta setiap tahun. Alinea.id/Oky Diaz.

Selain banjir dan macet, urbanisasi kerap menjadi masalah menahun di Jakarta. Selesai libur Lebaran, pendatang baru selalu datang ke Ibu Kota untuk mengadu nasib. Siapa pun gubernurnya, masalah ini menjadi beban.

Alwi Shahab di dalam bukunya Robinhood Betawi: Kisah Betawi Tempo Doeloe (2002) menulis, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin yang menjabat pada 1966-1977 pernah menyatakan Jakarta sebagai kota tertutup. Kebijakan itu dikeluarkan Bang Ali karena lonjakan penduduk yang luar biasa di Ibu Kota.

Kemudian, di masa Sutiyoso menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 1997-2007, ia melontarkan wacana bahwa sudah waktunya ada undang-undang pembatasan penduduk. Undang-undang itu, tulis Alwi, sangat penting untuk mengurangi urbanisasi.

Pemprov DKI Jakarta selalu menggelar operasi yustisi—kegiatan pendataan para pendatang baru ke Jakarta usai Lebaran—untuk mengatasi problem kependudukan ini.

Operasi ini dilakukan hingga masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo berakhir pada 2012. Ketika itu, para pendatang yang tak punya berkas kependudukan, harus ikut persidangan tindak pidana ringan dan dikenai denda. Saat Joko Widodo menjadi gubernur, operasi yustisi dihentikan.

Kemudian, di masa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta (2014-2017), operasi yustisi dikemas lebih soft. Di dalam buku Ahok: Koboi Jakarta Baru (2013) karya Markus Gunawan, kebijakan ala operasi yustisi masa Ahok dikenal dengan Program Bina Kependudukan.