PSBB Jawa-Bali tak berguna jika 3T masih belum optimal

Pemerintah pusat harus berkoordinasi dengan pemda untuk membatasi interaksi manusia dan mobilitas penduduk.

Pemerintah resmi menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat di seluruh provinsi di Jawa dan Bali pada 11 Januari hingga dua minggu ke depan. Foto Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz

Pemerintah resmi terapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara ketat di Pulau Jawa dan Bali berlaku sejak 11-25 Januari 2021. Kebijaka itu diberlakukan untuk menekan angka penularan Covid-19. 

Ahli epidemiologi dan biostatistik Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono menyebut, kebijakan PSBB Jawa-Bali terlambat. Sebab, motivasinya bukan pencegahan dan antisipasi, tetapi karena semua layanan kesehatan rumah sakit sudah nyaris kolaps. 

Jika tidak ada PSBB Jawa-Bali memang seminggu kemudian atau bulan depan akan mulai kacau. "Sudah saya usulkan PSBB berbasis kepulauan sejak Maret 2020, karena kita negara kepulauan, jadi semestinya lebih mudah," tegas Pandu kepada Alinea.id, Kamis (7/1).

Menurut dia keterlambatan pemberlakuan PSBB Jawa-Bali aneh, karena Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020 tentang PSBB mengamanatkan pemberlakuan kebijakan tersebut atas inisiatif kepala daerah. 

"Saya sudah protes saat itu, tidak boleh pemerintah daerah (pemda) melakukan inisiatif, sebenarnya harus tanggung jawab pemerintah pusat. Ini pertama kalinya pemerintah pusat melakukan itu. Walaupun tidak sesuai dengan PP-nya. Ya enggak masalah, masih oke, sesuai UU Kekarantinaan Kesehatan," ujar Pandu.