sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PSBB Jawa-Bali tak berguna jika 3T masih belum optimal

Pemerintah pusat harus berkoordinasi dengan pemda untuk membatasi interaksi manusia dan mobilitas penduduk.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Kamis, 07 Jan 2021 11:34 WIB
PSBB Jawa-Bali tak berguna jika 3T masih belum optimal

Pemerintah resmi terapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara ketat di Pulau Jawa dan Bali berlaku sejak 11-25 Januari 2021. Kebijaka itu diberlakukan untuk menekan angka penularan Covid-19. 

Ahli epidemiologi dan biostatistik Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono menyebut, kebijakan PSBB Jawa-Bali terlambat. Sebab, motivasinya bukan pencegahan dan antisipasi, tetapi karena semua layanan kesehatan rumah sakit sudah nyaris kolaps. 

Jika tidak ada PSBB Jawa-Bali memang seminggu kemudian atau bulan depan akan mulai kacau. "Sudah saya usulkan PSBB berbasis kepulauan sejak Maret 2020, karena kita negara kepulauan, jadi semestinya lebih mudah," tegas Pandu kepada Alinea.id, Kamis (7/1).

Menurut dia keterlambatan pemberlakuan PSBB Jawa-Bali aneh, karena Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020 tentang PSBB mengamanatkan pemberlakuan kebijakan tersebut atas inisiatif kepala daerah. 

"Saya sudah protes saat itu, tidak boleh pemerintah daerah (pemda) melakukan inisiatif, sebenarnya harus tanggung jawab pemerintah pusat. Ini pertama kalinya pemerintah pusat melakukan itu. Walaupun tidak sesuai dengan PP-nya. Ya enggak masalah, masih oke, sesuai UU Kekarantinaan Kesehatan," ujar Pandu.

Pemerintah pusat, menurut dia, harus berkoordinasi dengan pemda untuk membatasi interaksi manusia dan mobilitas penduduk. Kemudian, meningkatkan sistem surveilan kesehatan.  Yaitu, tracing, testing, treatment (3T). Namun, kata dia, tracing dan testing saja masih belum optimal untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. 

Disisi lain, kata dia, pemerintah pusat perlu melibatkan masyarakat dalam penanganan Covid-19. Kunci penanganan bukanlah di sektor kesehatan, tetapi kepatuhan masyarakat. "Jika hal itu tadi tidak maksimal, itu tidak ada gunanya PSBB," tutur Pandu.

Sebelumnya, Ketua KPC-PEN Airlangga Hartanto menyebut, PSBB Jawa-Bali dilakukan karena wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit telah di atas 70%. 
Bahkan, daerah itu memiliki kasus aktif di atas rata-rata nasional dan kesembuhan di bawah nasional.

Sponsored

"Penerapan dilakukan secara mikro sesuai arahan presiden. Nanti pemda atau gubernur akan menentukan wilayah yang akan dilakukan pembatasan tersebut," ucapnya.

Berita Lainnya
×
tekid