PVBMG masih selidiki penyebab Tsunami di Selat Sunda

Namun, PVBMG menduga tsunami terjadi akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau. 

Warga mengais barang diantara reruntuhan di villa Tamaro yang porak poranda diterjang tsunami di Pantai Carita, Pandeglang, Banten, Minggu (23/12)./AntaraFoto

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVBMG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih menyelidiki penyebab pasti terjadinya tsunami di Selat Sunda pada Sabtu malam (22/12). Namun, diduga tsunami terjadi akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau. 

PVMBG menyebut aktivitas Gunung Anak Krakatau pada hari-hari sebelumnya berjalan normal. Berdasarkan pengamatan, Gunung Anak Krakatau terjadi letusan dengan tinggi asap berkisar 300 hingga 1.500 meter di atas puncak kawah. Selain itu, juga terekam gempa tremor yang terjadi terus menerus dengan amplitudo overscale (58 mm). 

Namun, pada pukul 21.03 WIB terjadi letusan, selang beberapa lama ada info tsunami. Dalam hal ini PVBMG masih mendalami beberapa alasan penyebab timbulnya tsunami.

"Hal ini masih didalami, karena ada beberapa alasan untuk bisa menimbulkan tsunami. Apalagi saat rekaman getaran tremor tertinggi yang selama ini terjadi sejak Juni 2018 tidak menimbulkan gelombang terhadap air laut bahkan hingga tsunami," tulis rilis PVBMG ESDM yang diterima Alinea.id, Minggu (23/12).

PVBMG juga mendalami material lontaran saat letusan yang jatuh di sekitar tubuh gunung api yang masih bersifat lepas dan sudah turun saat letusan ketika itu. Untuk menimbulkan tsunami sebesar itu perlu ada runtuhan besar yang masuk ke dalam kolom air laut. Selain itu, untuk merontokkan bagian tubuh yang longsor ke bagian laut diperlukan energi yang cukup besar. Hal ini tidak terdeteksi oleh seismograf di pos pengamatan gunung api.