Respons Novel Baswedan tentang perdebatan hukuman mati untuk Mensos Juliari

Pidana mati dinilai membuat negara lain tak mau membantu berikan bukti penting terkait dengan proses korupsi yang diselidiki KPK.

Penyidik senior KPK, Novel Baswedan (tengah) bersama Ketua Komisi Kejaksaan, Barita LH Simanjuntak (kiri), memberikan keterangan pers di Kantor Komjak, Jakarta, Kamis (2/7/2020). Alinea.id/Ayu Mumpuni

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan, buka suara terkait perdebatan hukuman mati untuk Menteri Sosial nonaktif Juliari P Batubara (JPB), yang terjerat dugaan suap bantuan sosial Covid-19. Menurutnya, jenis pidana itu memiliki sisi positif dan negatif.

Novel mengatakan, ahli pidana dan pemerhati hak asasi manusia (HAM) mengingatkan Indonesia akan sulit mengungkap kasus korupsi yang bertalian dengan negara lain, apabila menerapkan hukuman mati. Sebab, negara yang tak menerapkan pidana itu cenderung enggan membantu.

"Itu (pidana mati) justru membuat mereka tidak mau membantu memberikan bukti-bukti maupun fakta-fakta penting terkait dengan proses yang sedang kita lakukan," katanya saat diskusi daring, Kamis (10/12).

Di sisi lain, Novel memahami jika ada yang berpendapat hukuman mati bisa memberikan efek jera. Terlebih, kasus yang menjerat Juliari berhubungan dengan bencana nasional. Hanya saja, saat ini hanya dikenakan pasal penyuapan, bukan ketentuan yang bisa menjatuhi pidana mati.

Terkait efek jera, Novel berpendapat itu tak ubahnya seperti menanamkan keyakinan. Dia menganalogikan warga negara Singapura tidak berani buang sampah sembarang karena sejak awal menyakini itu perbuatan salah dan bisa dihukum.