Jalan lurus RS Soekanto: Menolak nama Belanda, teguh tak berpolitik

Kapolri pertama RS Soekanto ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

Ilustrasi Kapolri pertama RS Soekanto. Alinea.id/Oky Diaz

Raden Said Soekanto Tjipto Tjokrodiatmodjo tak pernah bermimpi bakal jadi kepala kepolisian Indonesia yang pertama. Saat ditawari posisi itu oleh Presiden Sukarno, Soekanto menolaknya. Dengan rendah hati, ia menyebut masih banyak seniornya yang lebih pantas menduduki posisi itu. 

"Tidak, saya ingin kamu yang jadi kepala kepolisian negara. Hubungi saja yang lain supaya bergabung dan bangun polisi nasional," kata Sukarno dalam buku biografi Jenderal Polisi R.S Soekanto Tjokrodiatmodjo karya Awaloedin Djamin dan Ambar Wulan yang terbit pada 2016. 

Instruksi itu diutarakan Sukarno kepada Soekanto dalam rapat kabinet perdana pada 29 September 1945. Kala itu, Soekanto masih berusia 37 tahun dan bertugas sebagai instruktur calon polisi dari kalangan bumiputera sekolah polisi milik Jepang di Sukabumi. 

Pada masa itu, banyak perwira kepolisian yang lebih senior ketimbang Soekanto, semisal R. Soemarto (Pekalongan), Ating Natakusumah (Palembang), Asikin Natanegara (di kantor Keimubucho), Yusuf Snouk Hugronje (Bandung) dan Soedjono (Kantor Jaksa Agung).

Alasan Soekanto soal senioritas itu ditepis Sukarno. Sang proklamator bersikeras menunjuk Soekanto sebagai kepala kepolisian negara yang pertama. Soekanto pun menyerah dan menerima pinangan Sukarno.