Saat praktisi "mendidik" mahasiswa di kampus

Sejak awal Agustus, para praktisi yang lolos program Praktisi Mengajar sudah bisa mulai mengajar di kampus.

Ilustrasi program Praktisi Mengajar. Alinea.id/Muji Prayitno

Nur Sitha Afrilia pertama kali tahu mengenai program Praktisi Mengajar dari media sosial (medsos), Juni lalu. Sekadar kepo, ia kemudian menelisik lebih jauh isi program bikinan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) itu ke situs resminya, praktisimengajar.id. 

Promosi yang ditayangkan situs tersebut ternyata memantik minat Sitha. Duta Bahasa Jawa Tengah 2019 langsung bikin akun. Persyaratan-persyaratan lainnya juga segera ia penuhi, semisal curriculum vitae (CV), mengisi formulir, dan mengunggah ijazah.

“Mereka membuka kesempatan untuk para praktisi yang bersedia ikut terjun langsung. Di situ, ada dua penawaran. Kita mau kolaborasi yang probono (tidak digaji) atau berbayar. Kebetulan aku ambil yang probono saja," ujar Sitha saat berbincang dengan Alinea.id, Kamis (1/9).

Sitha memilih skema probono karena pada saat mendaftar masih belum punya pekerjaan tetap. Ia baru lulus Magister Ilmu Susastra Universitas Diponegoro (Undip). Pada Agustus lalu, ia dipinang menjadi staf pengajar di Bina Nusantara (Binus) Semarang, Jawa Tengah.

Beberapa pekan sebelum diterima Binus Semarang, Sitha dinyatakan lolos program Praktisi Mengajar. Meskipun kini punya pekerjaan, Sitha menyatakan tetap bakal ikut Praktisi Mengajar. Apalagi, pihak Binus Semarang juga tak mempersoalkan keterlibatannya pada program itu.