Sagu diyakini sebagai jawaban ancaman krisis pangan

Selain tebu, stevia, kelapa, dan aren, Ditjen Perkebunan juga fokus mengembangkan sagu.

Ilustrasi sagu. Foto Pixabay.

Kementerian Pertanian, melalui Direktorat Jenderal Perkebunan, menyiapkan berbagai strategi untuk menghadapi ancaman krisis pangan. Selain tebu, stevia, kelapa, dan aren, Ditjen Perkebunan juga fokus mengembangkan sagu. Terutama di wilayah potensial tanaman sagu.

Dirjen Perkebunan Andi Nur Alam Syah meyakini, Indonesia bisa menjawab tantangan krisis pangan global. Salah satunya dengan program Sagu Untuk Indonesia atau Sagunesia. Sagu antara lain diarahkan untuk mencapai kemandirian tepung dari pangan lokal, menggantikan tepung terigu. 

"Pengembangan tepung sagu sebagai substitusi impor (tepung terigu), pengembangan gula cair untuk kemandirian gula lokal, dan pengembangan sagu untuk energi terbarukan (bioetanol). Sebaran potensi areal sagu nasional ada seluas 5,5 juta hektare di beberapa wilayah,” kata Andi Nur Alam Syah di Jakarta, belum lama ini.

Andi Nur menjelaskan, lokasi pengembangan sagu ada di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau; Kabupaten Luwu dan Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat.

Menurut Andi Nur, ada tiga strategi untuk menuju kondisi ideal. Pertama, peningkatan produktivitas untuk jangka pendek. Ini ditempuh melalui intensifikasi, yaitu bantuan pupuk dan sarana produksi lainnya. Sedangkan jangka panjang ditempuh lewat penyediaan varietas unggul untuk peremajaan dan perluasan dengan melalui nursery dan penyediaan benih kerja sama dengan Badali Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).