Satgas Pangan Polri: Temuan kami bukan mafia minyak goreng

Kelangkaan di gerai modern lebih karena aksi borong konsumen lantaran disparitas harga yang cukup besar dengan pasar tradisional.

Kasatgas Pangan Polri, Irjen Helmy Santika (kiri) dalam konpers di Bareskrim Polri (21/2/2022). Foto: Alinea.id/Immanuel Christian

Minyak goreng kemasan, baik sederhana maupun premium, kembali mudah ditemukan di ritel-ritel modern dan pasar tradisional dengan harga mahal setelah pemerintah mencabut ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET). Padahal, ketika HET masih berlaku minyak goreng sulit ditemukan di pasaran. Fenomena itu menjadi perhatian aparat penegak hukum.  

Kepala Satuan Tugas atau Satgas Pangan Polri Irjen Helmy Santika mengatakan, penyidik sedang mendalami gelagat tersebut. Karena kelangkaan saat itu, khususnya pada gerai modern, lebih disebabkan aksi borong konsumen atau panic buying. Aksi borong saat itu didorong dengan disparitas harga yang cukup besar dengan pasar tradisional. 

"Sementara pada pasar tradisional rantai pasok cukup panjang dengan margin yang tidak diatur dan diserahkan mekanisme pasar, maka harga sampai konsumen akhir atau end user di atas HET yang ditetapkan," kata Helmy kepada wartawan, Rabu (23/3). 

Helmy juga merespons pernyataan Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel terkait nihilnya mafia minyak goreng. Menurut mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri ini, konotasi kata 'mafia' sebagai persekongkolan yang besar, masif, dan terstruktur dengan melibatkan banyak pihak tidak terjadi di lapangan. 

Penyidik justru menemukan banyak pedagang dadakan, reseller, dan pelaku usaha yang tidak mengikuti kebijakan pemerintah. "Jadi, sementara ini temuan kami lebih personal pelaku usaha, bukan mafia minyak goreng," sebut Helmy.