“Saya enggak mau usaha tutup total, mau makan apa keluarga saya?”

Banyak pedagang kecil mengeluh selama penerapan PPKM darurat.

Ilustrasi pedagang kaki lima. Alinea.id/Oky Diaz.

Sejak pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat Jawa dan Bali, pikiran Srie Adhimas—akrab disapa Dimas—terus dibayangi keterpurukan usaha ikan hiasnya. Padahal, ketika pandemi melanda awal Maret 2020 lalu, ia sudah mengakali strategi bisnisnya dengan berjualan secara daring.

Ternyata, PPKM darurat pun turut berimbas pada bisnis ikan hias di ranah digital. Pangkalnya, arus distribusi barang tersendat akibat pembatasan mobilitas lewat penyekatan. Hal itu membuat durasi pengiriman ikan semakin lama.

“Kalau kelamaan begitu, ikan bisa mati,” kata Dimas kepada Alinea.id, Minggu (18/7).

“Contoh (pengiriman) ke Bali biasanya 24 jam. (Sekarang) ini bisa jadi 36 jam. Sedangkan ikan dengan packing-an belum tentu bisa kuat lebih dari 24 jam.”

Melihat risiko yang lumayan besar, Dimas akhirnya menunda semua permintaan pemesanan keluar kota. Akan tetapi, ia juga harus memutar otak agar ikan hiasnya tetap terjual. Sebab, menahan terlalu lama ikan hias dagangannya, bisa berisiko menambah beban biaya perawatan dan pemeliharaan.