Sengsara atlet selama pandemi: Dari jual mobil hingga jadi tukang sayur

Kompetisi olahraga kontak fisik mati suri sepanjang pandemi. Banyak atlet banting setir.

Gelandang Persatu Tuban, Wahyu Army (tengah). Foto dokumentasi pribadi. Repro alinea.id/Oky Diaz

Kehidupan gelandang Persatu Tuban, Wahyu Army, berubah total sejak pandemi Covid-19 membekap Indonesia. Tak lagi "diperbolehkan" merumput, pemuda berusia 26 tahun itu kini harus beralih profesi menjadi tukang sayur keliling. 

Profesi dadakan itu dilakoni Wahyu sejak lima bulan terakhir. Ia memutuskan jadi tukang sayur keliling setelah bosan menunggu kepastian dari penyelenggara dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).

"Ya, akhirnya supaya tetap ada pemasukan, saya jualan sayur. Saya enggak ngira akhir kompetisi 2019 itu bakal ada (pandemi) begini. Sampai kompetisi enggak berputar sama sekali," ujar Wahyu kepada ujar Wahyu kepada Alinea.id, Jumat (8/1).

Liga sepak bola di Indonesia, baik itu Liga 1, 2, dan 3, ditangguhkan sejak awal Maret 2020, tak lama Presiden Jokowi mengumumkan kasus Covid-19 perdana. Wacana untuk melanjutkan kompetisi sempat tercetus pada September 2020. Namun, wacana itu langsung redup setelah Polri menolak keras. 

Hingga tahun berganti, liga mati suri. Bagi Wahyu, tak ada kompetisi berarti tak ada pemasukan. Dari hasil riset kecil-kecilan di Youtube, Wahyu kemudian terinspirasi untuk mencoba peruntungan jadi tukang sayur.