Kecam Sinetron Suara Hati Istri, KPAI: Tak dukung program pemerintah

Penayangan sinetron tersebut telah melanggengkan praktik perkawinan anak yang merupakan bagian dari kekerasan berbasis gender.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti. Dokumentasi KPAI

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam penayangan sinetron ‘Suara Hati Istri’ yang mempertontonkan pemeran Zahra sebagai istri ketiga dari lelaki berusia 39 tahun. Karakter Zahra ternyata diperankan aktris berinisial LCF yang masih anak-anak atau umur 15 tahun.

Diceritakan, Zahra adalah anak sulung yang dipaksa menikah diusia 17 tahun disebabkan harus melunasi hutang ayahnya yang sakit-sakitan. Artinya, Zahra terpaksa menikah muda disebabkan faktor kemiskinan. Usia pernikahan legal di Indonesia adalah 19 tahun untuk perempuan maupun laki-laki merujuk Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 atas perubahan UU 1/1974 tentang Perkawinan.

Di sisi lain, terdapat pula UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan, kategori usia anak adalah sampai dengan 18 tahun. “Namun tayangan ini malah mengkampanyekan perkawinan anak, jelas tak mendukung program pemerintah,” ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam keterangan tertulis, Kamis (3/6).

KPAI menilai, penayangan sinetron tersebut telah melanggengkan praktik perkawinan anak yang merupakan bagian dari kekerasan berbasis gender. Praktik perkawinan anak telah menjadi momok banyak perempuan muda di Indonesia. Padahal, pemerintah juga sedang gencar-gencarnya menurunkan angka perkawinan anak.

Sinetron tersebut telah menayangkan dan mempromosikan perkawinan anak yang melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) untuk kegiatan penyelenggaraan penyiaran TV maupun radio di Indonesia. Terkhusus, Pasal 14 Ayat 2 mengenai Perlindungan Anak yang berbunyi “Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran”.