Tak ada privasi data di dunia maya

Pada 2014 Cambridge Analytica mulai memperoleh data dari 50 juta pengguna Facebook melalui aplikasi yang menipu pengguna Facebook.

Penjualan database mudah ditelusuri di internet. Regulasi soal ini pun masih belum jelas. /Pixybay.com

Pencurian data pengguna Facebook secara ilegal yang dilakukan konsultan politik asal Inggris Cambridge Analytica untuk keperluan memenangkan Donald Trump di Amerika Serikat pada 2016 lalu, menimbulkan perdebatan tentang keamanan database (basis data) di internet. Skandal tersebut menunjukkan data digital menjadi sesuatu yang penting hari ini.

David Ingram pernah menulis artikel berjudul “Factbox: Who is Cambridge Analytica and what did it do?” di Reuters pada 20 Maret 2018. Menurut Ingram, Cambridge Analytica memasarkan diri sebagai penyedia penelitian konsumen, iklan, dan layanan terkait data lainnya, baik untuk klien politik maupun perusahaan.

Setelah Trump memenangkan pertarungan politik Amerika Serikat, sebagian dengan bantuan Cambridge Analytica, lantas CEO Cambridge Analytica Alexander Nix pergi ke lebih banyak klien untuk mempromosikan layanannya.

Cambridge Analytica bangga mereka bisa mengembangkan profil psikologis konsumen dan pemilih, yang merupakan "saus rahasia" mereka—yang lebih efektif daripada periklanan tradisional.

Pada 2014 Cambridge Analytica mulai memperoleh data dari 50 juta pengguna Facebook melalui aplikasi yang menipu pengguna Facebook. Data itu dipanen berkat aplikasi yang dikembangkan seorang akademisi Inggris bernama Aleksandr Kogan.