Teror kekerasan terhadap perempuan dan anak saat pandemi Covid-19

Aktivitas di rumah saja untuk mencegah penularan Covid-19, ternyata memicu peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Pandemi SARS-CoV-2 penyebab Coronavirus disease (Covid-19) mengubah segalanya. Termasuk kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang meningkat.

Pada 7 April 2020, World Health Organization (WHO) mengeluarkan laporan bertajuk “Covid-19 and violence against women: What the health sector/system can do”. Laporan itu menyatakan, kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat dalam keadaan darurat apa pun, termasuk pandemi.

Kasus kekerasan dalam rumah tangga meningkat di China, Inggris, Amerika Serikat, dan negara lain sejak Covid-19 menyebar. Di China, sebut laporan WHO itu, jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan ke kantor polisi di Jingzhou, sebuah kota di Provinsi Hubei, meningkat tiga kali lipat pada Februari 2020 dibandingkan data tahun sebelumnya.

“Dampak kesehatan dari kekerasan, terutama pasangan dalam rumah tangga, pada perempuan dan anak-anak mereka sangat signifikan. Kekerasan terhadap perempuan dapat mengakibatkan cedera fisik, mental, seksual, dan masalah kesehatan reproduksi,” tulis laporan itu.

Sebuah tulisan di jurnal Cadernos de Saude Publica edisi 30 April 2020 berjudul “Violence against women, children, and adolescents during the Covid-19 pandemic: Overview, contributing factors, and mitigating measures” menyebutkan bahwa di Brasil ada peningkatan 17% kasus kekerasan terhadap perempuan pada Maret 2020, saat diberlakukan pembatasan sosial atau lockdown di negara itu.