Tes wawasan kebangsaan jangan jadi dalih singkirkan pegawai KPK

Pegawai KPK seharusnya dinilai berdasarkan kinerja dan kompetensinya.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan berbicara dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Sabtu (6/4/2019)/Foto Antara.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyampaikan, tes wawasan kebangsaan tidak boleh dijadikan dalih untuk menyingkirkan Novel Baswedan dan para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Itu sama saja mundur ke era pra-reformasi, tepatnya pada 1990, ketika setiap pegawai negeri harus melalui litsus atau penelitian khusus atau bersih lingkungan yang diskriminatif,” kata Usman Hamid dalam siaran persnya, Selasa (4/5).

Menurutnya, mendiskriminasi pekerja karena pemikiran dan keyakinan agama atau politik pribadinya jelas merupakan pelanggaran atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan. "Ini jelas melanggar hak sipil dan merupakan stigma kelompok yang sewenang-wenang,” tegasnya.

Ia lantas merujuk pada standar hak asasi manusia international maupun hukum di Indonesia bahwa pekerja seharusnya dinilai berdasarkan kinerja dan kompetensinya. "Bukan ‘kemurnian’ ideologisnya. Di masa lalu, litsus semacam ini menimbulkan masalah ideologis atas pendidikan dan menjauhkan banyak orang yang memenuhi syarat sebagai pegawai negeri akibat kriteria yang tidak jelas dan diterapkan secara tidak merata. Mengapa hanya KPK? Ada apa?” ucapnya.

Lebih jauh Usman Hamid menjelaskan, screening ideologis yang diduga dilakukan melalui tes wawasan kebangsaan merupakan langkah mundur dalam penghormatan HAM di negara ini. "Sekaligus mengingatkan kita kembali kepada represi Orde Baru, saat ada Penelitian Khusus (Litsus) untuk mengucilkan orang-orang yang dianggap terkait dengan Partai Komunis Indonesia,” terangnya.