Tumbangnya lembaga survei dan hasrat kemenangan di Pilkada 2018

Lembaga survei diharapkan tidak memanipulasi data yang diperoleh saat melakukan survei.

Direktur Lingkaran Survei Kebijakan Publik (LSKP)-Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Sunarto Ciptoharjono, menyampaikan hasil survei terkait preferensi pemilih dalam Pilgub Jateng, di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (21/6). Antara Foto

Melesetnya hasil survei sejumlah lembaga survei di Pilkada Serentak 2018, menimbulkan tanda tanya seputar kredibilitas lembaga survei. Kegagalan memprediksi hasil Pilkada tidak dapat dianggap angin lalu, karena ada indikasi lembaga survei ikut menggiring opini dan mengarahkan pilihan masyarakat pemilih.

Gagalnya prediksi tingkat keterpilihan pasangan calon oleh lembaga survei yang menjadi sorotan, di antaranya terjadi di Jawa Barat (Jabar) dan Jawa Tengah (Jateng). Di Jabar, perolehan suara pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang diprediksi tak mendapat 10%, justru mengalahkan pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi yang diprediksi bersaing menjadi pemenang.

Di Jateng, suara Sudirman Said-Ida Fauziyah yang diprediksi tak akan mampu mendapat 20% suara, justru mampu menembus angka 40%.

Direktur Eksekutif Indonesian Democratic Center for Strategic Studies (INDENIS), Girindra Sandino, menduga kegagalan ini disebabkan lembaga survei yang tidak independen dalam menjalankan penelitiannya. Menurutnya, sebuah lembaga survei juga dapat menjadi tim pemenangan salah satu peserta pemilu dengan menggiring opini untuk mempengaruhi pilihan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan pertanyaan-pertanyaan yang terarah untuk menjadi alasan ilmiah pasangan calon tertentu meraih kemenangan.

Dia bahkan menyebut melesetnya hasil survei sebagai hal wajar, sebagai bentuk 'pertanggungjawaban' terhadap pihak pemesan yang ingin memenangkan kandidat jagoannya. "Wajar jika banyak saat ini lembaga survei meleset. Karena mana mungkin sudah dibayar mahal, mengeluarkan hasil survei yang jujur," kata Girindra, Rabu (4/7).