Usaha memadamkan api dalam sekam konflik Papua

Akar masalah di Papua sudah berlangsung lama dan berlarut-larut.

Konflik Papua sudah berlangsung lama dan berlarut-larut. Alinea.id/Sulthanah Utarid.

Beberapa waktu lalu, aksi massa berujung kerusuhan di beberapa wilayah Papua, seperti Manokwari, Sorong, dan Fakfak pecah. Kericuhan ini merupakan imbas terhadap ujaran rasis yang menimpa mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang pada medio Agustus 2019.

Menurut pengacara hak asasi manusia dan pendamping mahasiswa Papua di Surabaya, Veronica Koman, makian rasis di Surabaya hanya pemantik bara amarah yang sudah sekian lama dipendam.

Rasisme, kapitalisme, dan identitas

Veronica mengatakan, akar konflik di Papua sudah ada sejak 1962. Tepatnya pada 15 Agustus 1962, dilakukan penandatanganan Perjanjian New York antara Indonesia dan Belanda. Sebelumnya, Indonesia mendesak Belanda agar menyerahkan wilayah Papua.

Salah satu poin Perjanjian New York, yakni Papua harus diserahkan oleh Belanda kepada United Nation Temporary Executive Authority (UNTEA) selambat-lambatnya pada 1 Oktober 1962. Perjanjian New York juga merupakan pijakan untuk Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) atau referendum pada 1969.