Ekonom: Wacana pemindahan ibu kota elitis, kurang partisipatif

Ada gap antara publik dan negara dalam wacana pemindahan ibu kota negara.

Ilustrasi pembangunan infrastruktur/Antara.

Pendiri Narasi Institute sekaligus ekonom Senior, Fadhil Hasan, meminta pemerintah menunda rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) yang ditarget 2024. Rendahnya sosialisai menjadi alasan utama penundaan pemindahan IKN ke Kalimantan Timur.

"Apalagi pemindahan ibu kota merupakan keputusan penting dan strategis, dan sudah seharusnya menjadi wacana publik yang luas dari semua pemangku kepentingan bangsa. Dan, justru itulah yang tidak terjadi. Wacana pemindahan ibu kota hanya terjadi di kalangan elite dan lebih bersifat teknokratis, kurang partisipatif dan akuntabel," ujarnya dalam Diskusi Narasi Insitute, Jumat (16/4/21).

Menurut Fadhil, terjadi gap antara publik dan negara dalam wacana pemindahan ibu kota ini. Sementara DPR RI belum menerima draf RUU IKN. "Peletakan batu pertama pembangunan ibu kota (Ramadan) ini dilakukan tanpa ada payung hukumnya. Bagaimana jika DPR tidak menyetujui pemindahan ibu kota tersebut (walau hal ini kecil kemungkinannya). Apakah pemerintah berniat melakukan fait accompli DPR?," tambahnya.

Fadhil menegaskan, kebijakan pemindahan IKN  hal lumrah, banyak negara melakukan itu. Setidaknya dalam kurun waktu 100 tahun terakhir terdapat 30 negara yang memindahkan ibu kota negaranya. Banyak yang sukses, namun tak sedikit juga yang gagal.

Ia menambahkan, hasil kajian serius terkait faktor-faktor penyebab gagalnya pemindahan IKN di negara lain harus menjadi pertimbangan pemerintah. Fadhil menegaskan bahwa argumen membeludaknya penduduk Jakarta sebagai Ibu kota sebenarnya tidak cukup kuat pemindahan ibu kota.